Berita

Berita Thumbnail
Selasa, 27 Mei 2025

Pushati Fakultas Hukum Universitas Trisakti Gelar Seminar Nasional Bertajuk “Membedah PP 28/2022: Dilema Piutang Negara vs Prinsip Negara Hukum”

Jakarta, selasa 27 Mei 2025, Pusat Studi Hukum Konstitusi (Pushati) Fakultas Hukum Universitas Trisakti menyelenggarakan seminar nasional dengan tema “Membedah PP 28/2022: Dilema Piutang Negara Vs Prinsip Negara Hukum”. Seminar nasional yang diselenggarakan di Auditorium Prof. E. Suherman Gedung H Fakultas Hukum Universitas Trisakti tersebut menghadirkan sejumlah narasumber antara lain: Dr. Widodo, S.H., M.H (Dirjen AHU Kemneterian Hukum RI), Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H (Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2013-2015), Prof. Dr. Wicipto Setiadi, S.H., M.H (Guru Besar Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta) dan Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.H (Pakar Keuangan Negara Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta). Acara tersebut dibuka secara resmi oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Trisakti Prof. Dr. Dra. Siti Nurbaiti, S.H., M.Hum.

Dalam sambutannya Ketua Pushati FH Usakti, Ali Rido menyampaikan Pushati selaku Lembaga kajian yang concern di bidang hukum konstitusi terus berkomitmen untuk menyumbangkan pikiran dan gagasan melalui penelitian, kajian, seminar atau diskusi terkait masalah-masalah ketatanegaraan di Republik Indonesia. Isu yang diangkat dalam seminar kali ini adalah isu yang sangat penting akan tetapi agak luput dari perhatian publik. Masalah penyelesaian Piutang Negara merupakan masalah yang sudah lama dihadapi Pemerintah namun tak kunjung usai. Kebijakan-kebijakan yang diambil Pemerintah misalnya dengan menerbitkan PP 28/2022 tentang Panitia Urusan Piutang Negara justru berpotensi melanggar asas dan prinsip Negara Hukum sebagaimana diamanatkan oleh UUD NRI 1945. Ketua Pushati menyampaikan “Negara tidak boleh sewenang-wenang dalam mengambil kebijakan yang justru bisa kontraproduktif terhadap prinsip dan tatanan konstitusionalisme”. Melalui seminar nasional diharapkan melahirkan gagasan untuk revisi dan penyempurnaan PP 28/2022.

Dr. Widodo, S.H., M.H dalam paparannya menyampaikan PP 28/2022 ini sebenarnya bertujuan untuk memperkuat tugas dan wewenang pengurusan piutang negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam penagihan dan penyelesaian piutang negara. Namun demikian, Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H memberikan catatan terhadap PP 28/2022 yang dianggap overlapping dengan norma yang lebih tinggi. Dikatakan “sebagai sebuah peraturan delegasi atau peraturan pelaksana, maka PP tidak boleh bertentangan dengan norma yang lebih tinggi termasuk dengan Undang-Undang yang mendelegasikan yaitu UU 49 prp 1960”. Sebagai contoh, perluasan subjek penanggung hutang dalam PP 28/2022 telah menabrak dan bertentangan dengan berbagai norma undang-undang serta prinsip-prinsip hukum umum yang diakui secara universal. Belum lagi pengaturan soal Paksa Badan, tindakan keperdataan dan layanan publik yang seharusnya tidak boleh daitur dalam leval PP, karena sesuai konstitusi jelas ditegaskan seluruh pembatasan terhadap Hak Asasi Manusia harus diatur dalam level Undang-Undang.

Sementara itu, Prof. Dr. Wicipto Setiadi, S.H., M.H selaku ahli perundang-undangan yang pada pokoknya menyatakan sejumlah pengaturan di dalam PP 28/2022 terdapat potensi disharmoni dan pertentangan diantaranya pertama, terhadap UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, jika tanpa pembatasan atau kontrol administratif yang jelas, ada potensi pelimpahan wewenang berlebihan ke PUPN. Kedua, terhadap UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, jika tidak ada mekanisme keberatan dan pengawasan yang transparan, ini bisa bertentangan dengan asas due process dan ketiga, terhadap Hak Konstitusional Warga Negara, kewenangan PUPN melakukan penyitaan dan pelelangan dapat memicu potensi pelanggaran hak milik jika prosedurnya tidak mematuhi prinsip-prinsip hukum acara yang adil.
Terakhir, Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.H dalam paparannya menyampaikan beberapa problematika hukum dalam penanganan Piutang Negara diantaranya sejauh mana batas materi muatan peraturan pelaksanaan, apakah hanya yang langsung diperintahkan dalam undang-undangnya? Bagaimana teknis pelaksanaan undang- undangnya dalam regulasi derivatnya, apa Batasan norma hukum baru. Hal-hal ini masih problematik di dalam PP 28/2022.

Sumber: Ketua Pusat Studi Hukum Konstitusi FH Usakti

Floatin Button
Floatin Button